Sunan Gunung Jati
Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah adalah putra Syarif Abdullah Maulana Huda. Ia berjasa mengembangkan Cirebon sebagai pusat dakwah dan pemerintahannya yang kemudian menjadi Kesultanan Cirebon. Anaknya yang bernama Maulana Hasanuddin juga berhasil mengembangkan kekuasaan dan menyebarkan agama Islam di Banten sehingga kemudian menjadi Kesultanan Banten.
Sunan Gunung Jati belajar dan mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Beliau sangat cerdas dan memahami imu agama sejak usia remaja. Beliau sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, beliau mendirikan Kesultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kesultanan Pakungwati.
Sunan Gunung Jati bersama putranya Maulana Hasanudin melakukan dakwah ke daerah Banten dan Sunda Kelapa (Jakarta). Kemudian, beliau bersama putranya mendirikan Kesultanan Banten dan meletakkan dasar-dasar pengembangan Islam serta perdagangan di Banten. Ketika beliau kembali ke Cirebon, Kesultanan Banten diserahkan kepada putranya, Maulana Hasanudin.
Sunan Gunung Jati memberikan keteladanan yang baik dalam bekerja. Dalam dakwahnya, Sunan Gunung Jati lebih banyak membantu rakyat dengan cara membangun sarana yang sangat diperlukan masyarakat, Seperti jalan-jalan yang menghubungkan antara wilayah, saluran irigasi, dan sebagainya.
Ia serig ikut bermusyawarah dengan para wali lainnya di Masjid Demak. Sunan Gunung Jati membangun istana dan Masjid Cirebon yang dihiasi dengan motif-motif hiasan dinding dan negeri Tiongkok. Masjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1480 atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati atau istri Sunan Gunung Jati. Pembangunan masjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Fatah. Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Guru dan ia membuatnya dalam bentuk Soko Tatal (Tiang yang disusun dari serpihan kayu) sebagai lambang persatuan umat.
Selesai membangun Mesjid, diteruskan dengan membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lainnya untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh Tanah Pasundan.
Pada tahun 1511 Malaka dikuasai oleh bangsa Portugis. Ketika Portugis hendak menjajah pulau Jawa, mereka terlebih dahulu menguasai Sunda Kelapa atau Jakarta. Sebelum Portugis sampai ke Pulau Jawa, Raden Fatah dari Demak mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Pati Unus ke Malaka untuk menyerang Portugis, namun gagal. Ketika Pati Unus pulang ke Jawa, seorang Mubalig asal Malaka bernama Fatahilah ikut serta ke Pulau Jawa, karena beliau ingin menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Portugis berhasil masuk ke Sunda Kelapa dibantu oleh Kerajaan Pajajaran yang ingin merebut wilayah Pajajaran yang dikuasai Cirebon. Sunan Gunung Jati akhirnya harus berperang melawan kakeknya sendiri. Fatahilah diperintahkan memimpin serbuan tersebut, dan akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah. Fatahilah kemudian diangkat sebagai Adipati di Sunda Kelapa dan merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Sunan Gunung Jati meninggal dunia pada tahun 1570 M/977 H dan dimakamkan di Cirebon.
Sunan Gunung Jati belajar dan mendalami ilmu agama sejak berusia 14 tahun dari para ulama Mesir. Beliau sangat cerdas dan memahami imu agama sejak usia remaja. Beliau sempat berkelana ke berbagai negara. Menyusul berdirinya kesultanan Bintoro Demak, dan atas restu kalangan ulama lain, beliau mendirikan Kesultanan Cirebon yang juga dikenal sebagai Kesultanan Pakungwati.
Sunan Gunung Jati bersama putranya Maulana Hasanudin melakukan dakwah ke daerah Banten dan Sunda Kelapa (Jakarta). Kemudian, beliau bersama putranya mendirikan Kesultanan Banten dan meletakkan dasar-dasar pengembangan Islam serta perdagangan di Banten. Ketika beliau kembali ke Cirebon, Kesultanan Banten diserahkan kepada putranya, Maulana Hasanudin.
Sunan Gunung Jati memberikan keteladanan yang baik dalam bekerja. Dalam dakwahnya, Sunan Gunung Jati lebih banyak membantu rakyat dengan cara membangun sarana yang sangat diperlukan masyarakat, Seperti jalan-jalan yang menghubungkan antara wilayah, saluran irigasi, dan sebagainya.
Ia serig ikut bermusyawarah dengan para wali lainnya di Masjid Demak. Sunan Gunung Jati membangun istana dan Masjid Cirebon yang dihiasi dengan motif-motif hiasan dinding dan negeri Tiongkok. Masjid Agung Sang Ciptarasa dibangun pada tahun 1480 atas prakarsa Nyi Ratu Pakungwati atau istri Sunan Gunung Jati. Pembangunan masjid itu melibatkan banyak pihak, diantaranya Wali Songo dan sejumlah tenaga ahli yang dikirim oleh Raden Fatah. Dalam pembangunan itu Sunan Kalijaga mendapat penghormatan untuk mendirikan Soko Guru dan ia membuatnya dalam bentuk Soko Tatal (Tiang yang disusun dari serpihan kayu) sebagai lambang persatuan umat.
Selesai membangun Mesjid, diteruskan dengan membangun jalan-jalan raya yang menghubungkan Cirebon dengan daerah-daerah Kadipaten lainnya untuk memperluas pengembangan Islam di seluruh Tanah Pasundan.
Pada tahun 1511 Malaka dikuasai oleh bangsa Portugis. Ketika Portugis hendak menjajah pulau Jawa, mereka terlebih dahulu menguasai Sunda Kelapa atau Jakarta. Sebelum Portugis sampai ke Pulau Jawa, Raden Fatah dari Demak mengirimkan pasukan yang dipimpin oleh Pati Unus ke Malaka untuk menyerang Portugis, namun gagal. Ketika Pati Unus pulang ke Jawa, seorang Mubalig asal Malaka bernama Fatahilah ikut serta ke Pulau Jawa, karena beliau ingin menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Portugis berhasil masuk ke Sunda Kelapa dibantu oleh Kerajaan Pajajaran yang ingin merebut wilayah Pajajaran yang dikuasai Cirebon. Sunan Gunung Jati akhirnya harus berperang melawan kakeknya sendiri. Fatahilah diperintahkan memimpin serbuan tersebut, dan akhirnya Portugis dan Pajajaran kalah. Fatahilah kemudian diangkat sebagai Adipati di Sunda Kelapa dan merubah nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta. Sunan Gunung Jati meninggal dunia pada tahun 1570 M/977 H dan dimakamkan di Cirebon.
Post a Comment